Login

Pantang Menyerah Jadi Semboyan Gambung Lestari Wangi

Dipublikasikan pada 04 Maret 2019 10:14:39

Tea Culture

Delapan puluh persen penduduk Desa Bedana, Kecamatan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara adalah petani, dan sebagian besar dari mereka adalah adalah perempuan. Rendahnya tingkat pendidikan merupakan salah satu penyebab mengapa para perempuan di sana memilih pertanian untuk menyambung hidup.

Biasanya masing-masing keluarga memiliki lahan dengan luas berkisar 2.500 – 3.000m2. Penduduk di wilayah ini biasanya memiliki dua macam lahan, yaitu lahan persawahan dan kebun teh. Mereka memanfaatkan hasil kebun teh untuk kebutuhan bulanan, sedangkan hasil dari sawah untuk dana cadangan selama 3 bulan.

Berawal dari keinginan untuk mendapat penghasilan tambahan bagi keluarga, para petani perempuan Desa Bedana membentuk sebuah kelompok wanita tani (KWT) pada bulan April tahun 2010 dan diberi nama KWT Gambung Lestari Wangi. Nama tersebut terinspirasi dari nama salah satu klon teh yang mereka tanam karena anggota kelompok adalah petani teh.

Dalam pertemuan rutin yang rutin dilakukan sebulan sekali, mereka tidak hanya bertukar informasi tentang pengelolaan kebun teh, tapi juga menggunakannya untuk mencari ide usaha yang bisa menggunakan potensi Desa Bedana.

Awalnya mereka membuat aneka jajanan kripik yang terbuat dari bayam dan talas. Mereka bahkan memiliki ijin PIRT supaya pemasarannya bisa lebih luas. Awalnya warga setempat antusias membeli, tapi karena tidak ada inovasi produk, lama kelamaan pemasarannya makin susah. Akhirnya usaha keripik tersebut berhenti di tahun keempat, karena mulai merugi.

Tapi, bisnis KWT Gambung Lestari Wangi tidak berhenti di situ. Usaha berikutnya yang mereka lakukan adalah menjadi pengepul pucuk teh untuk hasil kebun anggota KWT. Usaha ini masih berjalan sampai sekarang. Dalam sehari, TPH ini mampu mengumpulkan sekitar 1, 5 ton pucuk basah yang siap dikirimkan ke pabrik pengolah swasta. Meskipun muncul beberapa tantangan seperti pihak ketiga sebagai pesaing usaha pengumpul pucuk, harga pucuk yang dirasa tidak seimbang dengan biaya perawatan mereka, dan bahkan adanya keterlambatan pembayaran dari pabrik. Namun semua tantangan tersebut dihadapi dan dicarikan solusi bersama sehingga usaha berhasil bertahan hingga saat ini.



Ibu Susiati, Ketua KWT Gambung Lestari Wangi


Susiati, Ketua KWT Gambung Lestari Wangi, mengatakan bahwa untuk bisa bertahan di bisnis ini, kualitas pucuk harus terus dijaga. Kalau kualitasnya terlalu sering naik turun  atau malah menurun, pembeli akan kecewa. Karena pucuk teh dikumpulkan dari para anggota kelompok, kualitasnya bisa mudah dipantau. Yang kedua, mereka berusaha untuk tidak mudah puas, selalu belajar, dan berusaha menjalin jaringan yang lebih luas. Salah satunya dengan bergabung ke Paguyuban Tani Lestari.

Bahkan untuk ke depannya, bersama Paguyuban, mereka akan membangun sebuah sistem manajemen kebun bersama, dimana semua pengelolaan kebun teh akan ditangani oleh kelompok mulai dari penanganan hama dan penyakit, pemupukan, pemangkasan, dan pemetikan. Mereka juga akan belajar proses pengolahan pucuk teh, supaya mereka tidak hanya menjual pucuk segar saja. Selain itu, kelompok ini juga akan berperan aktif dalam distribusi produk miik Paguyuban Tani Lestari.