Login

Kopi Kebanggaan Indonesia yang Menuai Kontroversi

Dipublikasikan pada 11 Januari 2021 13:30:20

Coffee Culture

Kopi luwak merupakan kebanggaan Indonesia, yang populer hingga mancanegara. Bahkan, kopi ini pernah disebut dalam sebuah film mancanegara sebagai kopi termahal di dunia. Biji kopi mentah bisa dijual dengan harga 1 juta rupiah per kilogram, atau sekitar 6 juta rupiah untuk biji kopi luwak yang telah disangrai.

Dinamakan kopi luwak, karena biji kopi diperoleh dari kotoran luwak, yaitu hewan sejenis musang yang hidup liar di hutan. Luwak merupakan hewan pemakan serangga dan buah-buahan, termasuk buah kopi. Akan tetapi, luwak tidak bisa mencerna biji kopi dengan sempurna, sehingga biji kopi sering ditemukan dalam kotorannya dengan kondisi tanpa kulit ari.

Luwak termasuk hewan yang sangat pemilih urusan makanan. Hewan nokturnal ini hanya memakan buah kopi yang benar-benar masak, yaitu yang berwarna merah, sehingga kualitas biji yang “dihasilkan” luwak juga baik. Kopi luwak memiliki rasa yang unik karena adanya proses fermentasi yang dilakukan oleh enzim dalam perut luwak. Secara umum, kopi luwak tidak terlalu asam dan tidak memiliki aftertaste atau tidak ada rasa yang tertinggal di mulut setelah meminumnya. Namun, karakter lainnya seperti aroma, tergantung pada jenis kopi yang dimakan oleh luwak.

Kesulitan yang dihadapi petani untuk mengumpulkan biji kopi luwak, membuat harganya melambung. Luwak merupakan hewan liar, sehingga kotoran luwak tidak terkumpul di satu area. Belum lagi kemampuan luwak untuk mencerna kopi tergolong rendah. Karena bukan merupakan makanan utamanya, luwak hanya bisa makan sekitar 10 -15 gram kopi per hari.

Namun karena makin banyak orang yang penasaran dengan kopi ini, permintaan kopi luwak juga meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan pasar, mulai bermunculan produsen kopi luwak menggunakan luwak tangkar atau dikandangkan.

Kesejahteraan luwak tangkar menjadi perhatian aktivis lingkungan dan pecinta satwa. Meski pemerintah telah mengeluarkan Permentan Nomor 37 Tahun 2015 tentang kesejahteraan luwak tangkar, masih ditemukan praktek-praktek yang dinilai tidak melindungi kesejahteraan hewan pemakan kopi tersebut. Misalnya, luwak tidak diberi pilihan makanan selain buah kopi, kandang kurang bersih, ataupun stres akibat tidak pernah keluar dari kandang.

Adanya perbedaan dalam memperoleh biji kopi luwak menimbulkan rentang harga yang besar. Pengumpulan kopi luwak liar membutuhkan waktu dan tenaga lebih banyak daripada kopi luwak tangkar, sehingga harganya pun berkali lipat lebih tinggi. Kondisi ini kemudian menekan petani kopi luwak liar karena harus bersaing harga dengan kopi luwak tangkar.

Dengan adanya isu mengenai kesejahteraan luwak tangkar, mampukah kopi luwak bertahan sebagai kebanggaan Indonesia? (ssi)