Login

Toko Tani Indonesia, Langkah Pemerintah Potong Rantai Distribusi

Dipublikasikan pada 01 Nopember 2018 15:29:12

Berita & Artikel

Terdapat kesenjangan yang cukup lebar antara harga jual di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen. Seringkali, petani harus menjual dengan harga sangat rendah. Ketika petani bisa mendapatkan harga jual yang lebih tinggi, justru harga di tingkat konsumen melambung tinggi. Kesenjangan ini terjadi karena panjangnya rantai distribusi hasil pertanian. Pada sebuah media nasional, Direktur Jenderal Hortikultura, Spudnik Sujono, mengatakan bahwa rantai distribusi dapat mencapai 8 tahap. Dan hal ini biasa terjadi karena pemilik modal (penjual besar) membutuhkan jaringan untuk mendapatkan pasokan barang dari daerah. 

Pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi kesenjangan harga ini. Salah satunya dengan membentuk Toko Tani Indonesia (TTI). Toko Tani Indonesia diharapkan menjadi purwarupa pemotongan rantai distribusi hasil pertanian di Indonesia. TTI membeli langsung dari petani lalu memasarkanya kepada konsumen akhir, Toko Tani Indonesia diharuskan menjual hasil pertanian dengan harga di bawah harga pasar. 

Toko Tani Indonesia merupakan bagian dari Program Pengembangan Usaha Pangan milik Kementerian Pertanian dan telah diluncurkan pada pertengahan tahun 2016. Pemerintah berencana membangun 5000 TTI hingga akhir tahun 2019. Pada tahun 2018 sendiri, rencananya akan dikembangkan 1000 TTI. Hingga bulan Oktober 2017, Toko Tani Indonesia mencapai 2.800-an unit dan tersebar di 32 provinsi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.113 berada di daerah Jabodetabek. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pun saat ini sedang gencar menambah gerai TTI, khususnya di daerah-daerah yang padat penduduk.

Sebagian masyarakat berpendapat bahwa keberadaan TTI membantu mereka mendapatkan bahan pangan murah. Beras, misalnya, pada bulan lalu bisa diperoleh hanya dengan harga  Rp 8.000 per kg, dibandingkan dengan harga beras di pasar saat itu yang mencapai Rp 10.000 per kg. Sedangkan manfaat yang dirasakan oleh petani adalah pasar yang lebih luas karena TTI menjual langsung ke konsumen. Sejumlah petani di beberapa daerah juga mengatakan bahwa mereka menerima harga jual yang sedikit lebih tinggi daripada jika dijual ke tengkulak. 

Namun demikian, beberapa pihak menilai bahwa TTI masih belum efektif untuk mengendalikan harga di tingkat konsumen. Pada sebuah media nasional, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mengatakan bahwa efektivitas TTI perlu dievaluasi. Pengembangan TTI ditujukan untuk mengendalikan harga bahan pangan, namun beliau mengamati bahwa harga ternyata masih bergejolak dan cenderung tinggi.

Di sisi lain, Serikat Petani Indonesia, melalui unggahan di situsnya mengatakan bahwa TTI belum melibatkan petani secara langsung. Mereka melihat tidak adanya keterkaitan antara TTI dengan pemberdayaan petani kecil di daerah atau pelibatan organisasi tani di desa. Sebagian besar TTI justru berada di kota-kota besar. Ada pula yang menganggap bahwa pembentukan TTI ini tumpang tindih dengan peran Badan Urusan Logistik (Bulog) dan masih terkesan berjalan sendiri-sendiri.