Login

Kenapa orang Indonesia susah meninggalkan tempe?

Dipublikasikan pada 19 Februari 2021 12:30:05

Berita & Artikel

Awal tahun ini, harga kedelai sempat melonjak hingga 25% hingga sempat memicu mogok produksi. Masalah timbul karena bahan bakunya, yaitu kedelai, sangat bergantung pada impor. Kondisi ekonomi atau perdagangan di negara eksportir bisa menimbulkan gejolak harga cukup besar pada harga kedelai di Indonesia. Di sisi lain, produksi kedelai dalam negeri baru bisa memenuhi sekitar 30% kebutuhan masyarakat.

Meskipun begitu, sejumlah warung makan bertekad tetap menjual tempe, meski harus mengirisnya lebih tipis atau menaikkan harganya. Mereka yakin, meski lebih tipis atau lebih mahal, tempe akan tetap laku. Begitu pula di kalangan konsumen. Kebanyakan akan tetap membeli tempe, meski dengan sedikit menggerutu.

Apa sebenarnya yang membuat orang Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, susah lepas dari tempe?

Budaya

Pulau Jawa, khususnya daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, memiliki banyak sekali olahan tempe. Sebut saja mendoan, keripik tempe, tempe bacem, dan aneka masakan berbahan dasar tempe. Belum lagi tempe semangit, yang jadi bumbu wajib di sejumlah masakan tradisional.

Meski tidak diketahui pasti siapa penemu dan kapan tempe ditemukan pertama kali, Serat Centhini yang diperkirakan berasal dari awal abad ke-19 mencantumkan cerita mengenai makanan berbahan dasar tempe. Di dalamnya tertulis juga bahwa tempe adalah makanan yang sangat umum dikonsumsi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun sebagai suguhan dalam hajatan.

Ini menunjukkan tempe sudah menjadi bagian dari kultur gastronomi Indonesia, bahkan sejak Indonesia belum membudidayakan kedelai secara intensif.

Rasa

Meski sama-sama terbuat dari kedelai, tempe nampaknya lebih digemari oleh masyarakat. Seperti diberitakan di kompas.com, Ketua Foru m Tempe Indonesia Made Astawan mengatakan, 70 persen dari volume impor dialokasikan untuk produksi tempe, 25 persen untuk produksi tahu, dan sisanya untuk produk lain. Pernyataan tersebut selaras dengan polling yang pernah dilakukan oleh CNN Indonesia tahun 2020, dimana 56% responden lebih menyukai tempe daripada tahu. Dibandingkan tahu, tempe mampu menyerap bumbu lebih baik, sehingga mudah dikreasi dalam berbagai masakan.

Kesukaan masyarakat terhadap tempe mungkin juga dipengaruhi oleh tren vegetarian yang mulai naik. Tekstur dan rasanya dianggap cocok untuk menggantikan daging, sehingga sering menjadi bahan dasar daging tiruan (meat analog) dalam makanan kekinian, seperti nugget, burger, atau sandwich.

Gizi

Dari panganku.org, tempe kedelai goreng memiliki kandungan protein hanya sedikit lebih rendah daripada daging ayam, tapi mengandung vitamin dan mineral lebih banyak dan lebih komplit daripada daging. Menariknya lagi, tempe juga mengandung kalsium lebih banyak daripada yoghurt.

Sementara itu, sebuah penelitian yang diterbitkan Gizi Indonesia menunjukkan bahwa tempe kukus memiliki kandungan asam lemak esensial yang membantu menurunkan kadar kolesterol darah.

Harga

Selama ini, tempe selalu dipromosikan sebagai makanan murah. Satu kilogram telur ayam kurang lebih setara dengan 6 blok tempe. Kajian yang pernah dilakukan Badan Ketahanan Pangan tahun 2007 menunjukkan kesukaan terhadap tempe cukup bersaing dengan tahu, terutama di wilayah pedesaan dan pada masyarakat berpenghasilan rendah. Meskipun tempe mulai mendunia, citranya sebagai makanan murah tetap melekat. (vno)