Login

Bercocok tanam di Udara, Bisa!

Dipublikasikan pada 13 Oktober 2020 00:00:00

Berita & Artikel

Setiap tanggal 16 Oktober, negara-negara, lembaga dan masyarakat yang peduli akan pangan, selalu memperingati Hari Pangan Dunia. Sejak diperingati pertama kali tahun 1981, FAO, organisasi PBB yang mengurusi pangan dan pertanian,  mengangkat tema yang berbeda setiap tahunnya. Tahun ini, tema yang diambil adalah Grow, Nourish, Sustain, Together. Tema ini ingin mengingatkan bahwa pangan adalah kebutuhan semua orang. Jadi untuk memastikan pangan bergizi bisa terus diproduksi  adalah tugas bersama.

Kegiatan pertanian memang jadi ikon pedesaan, tapi produksi pangan bisa dilakukan di mana saja. Teknologi yang semakin berkembang membuktikan bahwa makanan pun bisa diproduksi pada lahan sempit, bahkan ruang tertutup. Salah satu teknologi yang menjadi sorotan FAO dalam Hari Pangan Dunia kali ini adalah aeroponik.

Apa itu aeroponik?

Aeroponik berasal dari kata “aero”  yang berarti udara dan “ponus” yang berarti daya. Jadi aeroponik ini memberdayakan udara. Aeroponik adalah teknik budidaya tanaman tanpa tanah dan menggunakan air sesedikit mungkin. Bahkan bisa dibilang, akar tanaman dibiarkan menggantung di udara. Tanaman yang dibudidayakan secara aeroponik menerima nutrisi melalui air yang disemprotkan menyerupai kabut.

Teknik budidaya tanaman “pada udara” ini sebenarnya mulai dikenal sejak tahun 1911, dengan dipublikasikannya sebuah penelitian pada Jurnal Experienced Agronomy. Namun penelitian lebih mendalam mengenai aeroponik baru banyak bermunculan pada sekitar tahun 40-an, dan peralatan aeroponik pertama kali dikomersialkan tahun 1983.

Penelitian tentang aeroponik terus berjalan, tapi minat masyarakat Indonesia untuk melakukan teknik ini baru terlihat beberapa tahun terakhir. Meningkatnya minat untuk bercocok tanam di dalam ruangan mungkin dipengaruhi juga dengan makin mudahnya masyarakat mendapatkan informasi atau pengalaman dari negara atau daerah lain.

Kelebihan aeroponik

Sebagian kita hanya tahu kalau akar cuma menyerap air. Tapi akar sebenernya juga memerlukan oksigen. Itu mengapa tanah yang subur seharusnya gembur, supaya oksigen bisa masuk ke dalam tanah. Pada teknik aeroponik, akar tanaman memiliki akses jauh lebih besar untuk mendapatkan oksigen. Kadar oksigen dapat ditingkatkan, sehingga tanaman bisa tumbuh lebih cepat.

Pada budidaya aeroponik, akar tanaman bisa mengakses oksigen lebih leluasa, tapi kebutuhan lainnya, seperti cahaya dan air, sangat dikontrol. Air yang disemprotkan pada waktu dan kadar yang sangat tepat (presisi) membantu tanaman menyerap nutrisi yang dibutuhkan secara efisien.

Sedangkan jika dilihat dari penggunaan lahannya, aeroponik bisa menghemat ruang jika disusun secara vertikal.

Kekurangan aeroponik

Mengendalikan akses tanaman terhadap air dan nutrisi bertujuan mengurangi kemungkinan nutrisi atau mineral terbuang sia-sia. Tapi di sisi lain, tanaman menjadi sangat tergantung pada kegiatan penyemprotan. Air dan nutrisi harus disemprotkan beberapa kali pada waktu dan jumlah yang tepat. Kalau ini gagal  dilakukan, tanaman akan mudah layu atau mati.

Selain itu, air disemprotkan dengan tekanan tinggi melalui nozzle atau lubang penyemprotan yang sangat kecil. Kandungan mineral atau nutrisi dalam air dapat menyumbat nozzle, sehingga nozzle perlu dibersihkan secara berkala supaya peralatan dapat berfungsi optimal dan tanaman bisa terus mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.

Teknik aeroponik membutuhkan energi cukup besar, terutama untuk mengoperasikan pompa dan lampu. Teknik aeroponik umumnya masih dilakukan di dalam ruangan, dengan pencahayaan buatan seperti LED, dengan listrik sebagai sumber energi. Meskipun mungkin, penggunaan energi terbarukan seperti panel surya dalam teknik aeroponik belum banyak diminati.(ssi)


Lahan aeroponik di Tulsa, Oklahoma, Amerika Serikat.Sumber : tangkapan layar Kanal Youtube Tower Tim.